Proses kenaikan udara yang mengandung uap air kemudian mengalami perubahan suhu menyebabkan terjadinya kondensasi. Air berkondensasi dari gas (vapor) menjadi cair (liquid) bila suhu berubah hingga di bawah titik beku maka akan terbentuk kristal es. Kondensasi memerlukan suatu ruang atau condentation nucleus dimana molekul air dan debu yang mengambang di udara menyatu secara elektrostatis. Butir-butir air yang membesar karena saling menyatu dengan sesamanya selama terbawa oleh udara yang turbulen. Jika butir-butir air terkumpul cukup besar sehingga gaya gravitasi mengakibatkan butir-butir air ini jatuh sebagai hujan. Pada waktu jatuhnya butir-butir air ini terjadi proses evaporasi sehingga ukuran butiran air mengecil dan terbawa kembali menjadi aerosol melalui aliran udara turbulen. Chow et al (1988) bahwa, ukuran kritis butir kondensasi air adalah + 0,1 mm, dimana cukup besar untuk jatuh sebagai hujan baik dalam bentuk air ataupun es atau salju.
Hujan memungkinkan terjadinya aliran air atau gletser es dan mengangkut mineral menuju area tertentu. Hal ini yang terlibat dalam pembentukan kembali fitur geologi melalui proses-proses tertentu termasuk erosi dan sedimentasi. Sejumlah besar air bumi terkunci di tempatnya seperti es, air bawah tanah, dan di laut, dengan demikian tidak tersedia untuk siklus jangka pendek. Hanya air permukaanlah yang dapat menguap dan mengikuti siklus berikutnya.
Saat terjadi hujan, air yang jatuh dipermukaan bumi sebagian tertahan sementara di permukaan tajuk/daun vegetasi selama proses pembasahan daun/tajuk. Air tersebut sebagian tidak akan pernah mencapai tanah karena beberapa saat setelah terjadi hujan diuapkan atau terevaporasi kembali ke atmosfir melalui tajuk atau batang(interception loss). Sebagian lainnya dari air hujan tersebut jatuh ke permukaan tanah melalui selah daun (throughtfall) atau mengalir ke bawah melalui batang pohon (stemflow). (Asdak, C.,2007)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian terserap kedalam tanah (infiltration) bagian yang tidak terserap ke dalam tanah akan tersimpan pada cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir dipermukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff) dan selanjutnya masuk ke sungai atau danau. Air infiltrasi akan tertahan dalam tanah selanjutnya membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah cukup jenuh, maka air hujan yang baru masuk kedalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) dan pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai/danau.
Gunawan (1991) mengemukakan bahwa Infiltrasi atau aliran air kedalam tanah melalui permukaan tanah merupakan salah satu proses hidrologi yang sangat kompleks karena dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah, kondisi ruang pori, stabilitas struktur tanah, adanya lubang dalam tanah bekas akar atau oleh binatang, tipe penutup lahan, adanya penghalang dalam horizon tanah, jumlah dan jenis liat dan adanya udara dalam solum tanah.
Gunawan (2010 dalam catatan kuliah, Infiltrasi tanah dipengaruhi oleh permeabilitas dan kemampuan tanah dalam menampung air, yang selanjutnya akan berperan penting dalam menentukan besar kecilnya air tanah kemampuan tanah untuk menyerap sebesar-besarnya air yang mengalir dipermukaan tanah. Demikian halnya dengan penutup lahan dan kemiringan lereng. Penutup lahan seperti vegetasi dapat menghambat laju air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan diatas permukaan tanah. Faktor lereng akan mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal timing, semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju aliran permukaan. Besar kecilnya kerapatan aliran suatu DAS akan memberikan pengaruh linear terhadap kecepatan aliran, sebab semakin tinggi kerapatan aliran semakin besar pula laju air larian untuk curah hujan yang sama.
Asdak, C., 2007, Alternatif lain air infiltrasi masuk ke dalam tanah yang lebih dalam menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut terutama pada musim kemarau akan mengalir secara berlahan ke tempat-tempat penyimpangan air alamiah seperti danau, waduk dan sungai (baseflow) dan sebagian lagi tinggal pada lapisan tanah bagian atas (top soil) kemudian diuapkan kembali ke atmosfir melalui permukaan tanah (soil evaporation) atau diupkan melalui tajuk pohon (transpiration)
Bagaimana mengkaji berbagai parameter tertentu untuk mengkaji hal-hal tertentu pula?
Data penginderaan jauh termasuk citra ASTER dapat digunakan untuk memudahkan pengklasifikasian variabel yang terkait dengan bahan kajian, tentunya dengan digunakan berbagai pendekatan. DEM ASTER dapat digunakan untuk klasifikasi kemiringan lereng. Misal dengan mempergunakan klasifikasi lereng. Citra ASTER VNIR untuk klasifikasi tutupan vegetasi dan dapat digunakan untuk menentukan kerapatan aliran untuk analisis klasifikasi timbunan air permukaan. Data citra penginderaan jauh tersedia secara temporal dengan berbagai resolusi spasial maupun temporal.
Parameter-parameter fisik medan yang diperoleh dari citra ASTER (bentuklahan, tutupan lahan, kerapatan aliran). Data sekunder berupa data kemiringan lereng (peta RBI), data batuan (peta geologi), data tanah (peta tanah) diolah dengan menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan mengkuantitatifkan parameter-parameter tersebut dengan teknik pengharkatan tertimbang selanjutnya dilakukan overlay untuk analisis data sesuai kebutuhan penelitian.
Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG memudahkan perolehan data penelitian tertentu dan analisisnya, sehingga efektifitas dan akurasi hasil penelitian menjadi lebih akurat, tentu dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada.
Trimah Kasih
0 Response to " DAUR HIDROLOGI "
Posting Komentar
Terima kasih memberi saran untuk perbaikan selanjutnya